Detail Cantuman
Advanced SearchText
GANTI HATI: TANTANGAN MENJADI MENTERI
rnSaya menamai lorong rumah sakit itu lorong kematian. Hanya itu nama yang pas rasanya. Anak; istri; serta orang terkasih lainnya hanya boleh mengantar saya sampai dipintu lorong. Di pintu itulah mereka terakhir boleh memeluk; mencium; melambaikan tangan; dan mengucapkan kata selamat jalan. Selebihnya yang tersisa pada mereka adalah derai air mata dan do’a.rnrnSedangkan saya dilarikan ke ujung lorong yang lain; diusung dengan tandu. Diujung itu telah menunggu tim medis yang dengan sigap akan segera menorehkan pisau bedah yang runcing; pas di ulu hati. Tusukan itu di ujung jantung. Ujung pisau itu terus masuk ke dalam; makin dalam; kemudian sisi tajamnya mengarah ke bawah menyobek sampai ke pusar; kemudian berbelok ke kiri sampai ke pinggang. Oh; terburailah usus saya; tersembullah limpa; mengulurlah hati; dan …berhentilah jantung. Sungguh mengerikan.rnrn1335511264781948394rnrnItulah rasa hati saya ketika membaca salah satu episode cerita Dahlan Iskan tentang proses transplantasi hatinya kejadian demi kejadian; dalam bukunya Ganti Hati. Proses ganti hati (baca liver) penulis yang kini jadi idola saya itu; ternyata bukan hanya proses yang bermula di lorong Transpantation Center; Tianjin; China. Bahkan; itu pun belum akhirnya.rnrnProsesnya panjang dan berliku. Sebagian dari proses panjang mencekam itu adalah muntah darah; penambalan (baca laminating) usus; pemotongan limpa yang dialami penulis buku itu. Episode miris lainnya: masa kecilnya yang miskin dan kumuh; rendahnya pendidikan; kepahaman agama yang dangkal; cara hidup yang cuai terhadap kebersihan dan kesehatan.rnrnKalaulah bukan karena kemahiran jurnalis Dahlan Iskan merangkai penggalan cerita itu dalam buku yang renyah dibaca itu; tak mungkinlah saya menangkap ketersambungannya.rnrnHampir-hampir terasa seperti orang gila; saya menikmati baca tuntas buku yang dijuduli Ganti Hati itu. Ganti hati yang dimaksud bukanlah ganti hati metafora yang sering digunakan khatib ketika mau memasuki bulan puasa. Ganti hati di sini adalah ganti hati benaran; ganti liver. Liver lama dibuang; liver baru dipasang. Kebetulan; bahasa Indonesia mencampuradukkan makna liver dan nurani dalam satu kata: hati.rnrnBukan hanya cara penceritaan dalam buku itu saja yang hebat; tapi juga keunikan isinya: keunikan anekdot-anekdotnya; keunikan sindiran-sindirannya; keunikan kritik-kritiknya. Bahkan; perbedaan antara liver; hati; dan nurani pun dikupas secara jenaka.rnrnMenurut kabarnya; buku itu pernah diterbitkan beberapa tahun lalu; laku keras; hingga saya tak kebagian. Pada pada edisi baru inilah; edisi 2012; saya berpeluang menikmatinya. Pada edisi baru ini ditambahi sub judul Tantangan Menjadi Menteri; yang konon kabarnya tidak ada pada edisi yang lama. Saya dapatkan buku ini tak lama setelah saya mendapatkan buku Pak Dahlan yang lain; Dua Tawa dan Ribuan Tangis. Saya menyambar buku baru itu secepat kilat sebelum tak kebagian lagi.rnrnKetika menyimak kata-kata juranlis sekaligua pengusaha jurnalisme dalam buku itu; entah mengapa tangan saya harus selalu meraba ulu hati saya sendiri. Terutama ketika penulis buku itu medeskripsikan isi rongga dadanya. Entah mengapa pula; setiap saya mendengar cerita yang menyentuh kalbu; menakutkan; menegangkan; saya merasa sesuatu terjadi di dada saya: di dalamnya. Sepertinya ada yang terbakar di sana; hangus. Kalau saya tidak urut-urut; saya khawatir akan terjadi sesuatu ketik membaca: jantung seperti mau lepas. Makanya; sebelum benar-benar lepas; eloklah saya pegang dulu. Bahkan; dalam ekstrimnya; saya kadang-kadang memang tak kuasa untuk menahan air mata.rnrnJenaka tapi mememicu air mata. Realistis namun ironis.rnrnSepertu itulah keganjilan rasa ketika saya menyimak kalimat demi kalimat mantan dirut PLN yang sekarang jadi menteri yang sangat populer itu. Dengan kemampuan berceritanya; ia berhasil menggasak saya memasuki rongga tubuhnya: menyaksikan sendiri betapa ganasnya sel kanker yang telah mengeraskan livernya. Akibat pengerasan itu limpanya membesar sampai tiga kali lipat sehingga harus dipotong sepertiga.rnrnBukan hanya limpa; pembuluh-pembuluh darah yang berada sepanjang ususnya nampak jelas membentuk balon-balon kecil yang siap meletus mengeluarkan gumpalan darah berwarna hitam. Pengurangan limpa yang diharapkan memperbaiki gelumbung pembuluh darah di usus itu ternyata tidak menyembuhkan sama sekali. Satu-satunya jalan yang harus ditempuh adalah pembuangan hati yang sudah kasat itu. Hati baru dipasang; hati lama dibuang. Hidup dan mati pun dipertaruhkan.rnrnBagi saya yang belum pernah mengalami – semoga tidak mengalami–; transplantasi adalah operasi yang sangat mengerikan: operasi di ambang kematian. Transplantasi hati tak sama dengan sunatan. Betapapun Pak Dahlan telah mencoba menyederhanakan ungkapannya dalam buki itu; kengerian itu tak mungkin ditutup-tutupi.rnrnMemang muncul juga pertanyaan nakal saya apakah hati yang baru itu cukup kuat terpautnya sehingga bila orang itu berdiri hatinya tak akan jatuh? Cukup kuatkah ikatannya? Apakah hati yang baru akan dapat bekerja sama dengan baik dengan organ tubuh kita yang lain yang pasti beda usia; beda kelamin; beda budaya; beda hobi; beda agama; beda tabiat? Apakah orang yang hatinya diambil itu mati sementara kita yang menerima hatinya bersambung umur? Bagaimana rasanya membayangkan kematian orang lain yang hatinya diberikan pada kita; sementara kita bisa berleluasa ke mana-mana?rnrnTerus terang; buku Ganti Hati belum menjawab setimbun pertanyaan lagi yang mungkin muncul di benak pembaca seperti saya. Betapapun Dahlan berusaha mengantisipasinya dan telah menjawab sebisanya; pasti akan tetap ada pertanyaan-pertanyaan lain yang tidak akan terdeteksi oleh mantiqnya itu.rnrnKekhasan putra kelahiran Magetan Jawa Timur yang pandai berbahasa Mandarin itu dalam menulis adalah bahwa ia tidak berfokus pada narasi atau kisah. Baginya kisah-kisah itu hanya sekedar pengantar saja. Misi terbesarnya adalah menyampaikan saran; gagasan; nasihat; kritik. Sangat sulit saya mencari kontinuitas plot buku itu karena plotnya meloncat-loncat; maju mundur. Bagi pembaca yang senang dengan cerita bersambung atau plot utuh; akan mudah tersesat. Bagi pembaca yang lebih fokus pada eksposisinya; pada deskripsinya; atau pada fokusnya untuk menangkap pesan-pesan original khas Dahlan Iskan; buku Ganti Hati benar-benar bacaan yang mencerahkan.rnrnTak bisa disangkal; kalau ada orang yang hanya membaca kata pengantar dan kata penutup buku itu saja; orang seperti saya yang ada bibit penyakit nurani; memang akan sakit sekali mendengarkan cerita Pak Dahlan. Coba bayangkan. Di bagian pengantar; belum lagi cerita panjang lebar tentang operasi ganti hatinya; eh beliau membuka cerita tentang helikopter yang dibeli sebelum operasi itu. Orang seperti saya; yang dipenuhi mazmumah; jangankan membeli; naik helikopterpun belum pernah. Wajarlah kalau jiwa saya terbakar hangus.rnrnBelum lagi rasa panas itu hilang; Dahlan mengipas-ngipas bara hati orang seperti saya di setiap episodenya dengan cerita-cerita yang mengesankan begitu banyak uangnya. Ia turun naik pesawat seperti turun naik metromini saja. Ia terbang dari kota ke kota; negara ke negara hanya sekedar berburu yang remeh; dan pantang pula pakai uang dinas atau SPD.rnrnKalau rasa hati orang seperti saya tak bisa dikendalikan; ia benar-benar akan pingsan sambil berdiri ketika Dahlan bercerita tentang Mercedes seri S500-nya yang berharga 3 miliar itu.rnrnTapi; kalau kita renungkan dalam-dalam; kisah kesuksesan finansial yang diceritakan Dahlan; cerita itu adalah suatu petunjuk agar orang seperti saya jangan mudah berputus asa ketika sekarang miskin. Maksudnya; Dahlan pun dulu miskin. Ia hanya tinggal di rumah berlantai tanah. Saking miskinnya; lemari yang satu-satunya dimiliki ayahnya harus dijual untuk berobat ibunya. Sampai-sampai; Dahlan tak tahu lagi kapan tanggal lahirnya karena tanggal lahir itu dituliskan ibunya di dinding lemari itu.rnrnPesan-pesan lain yang tak boleh kita anggap enteng adalah pesan bahwa kerja keras itu ada manfaatnya; kejujuran itu tidak sia-sia. Perjuangan untuk mencapai kebebasan finansial; berkecukupan adalah hasil jerih payah; memeras keringat; bukan hasil sulap sim salabim; hasil meratap-ratap; apalagi hasil korupsi. Indah sekali ajakan pemimpin Group Jawa Pos itu. Berbisnislah; bekerjaalah yang halal. Tuhan akan berikan kebebasan finansial. “Miskin bermartabat; kaya bermanfaat.†katanya.rnrnMemang berat bagi orang seperti saya yang hatinya kotor untuk disadarkan. Cerita ganti hati Dahlan Iskan mungkin akan diresponnya secara sakit hati; penuh tanya keirian. Dari mana Dahlan dapat uang sebanyak itu? Bisnis apa dia? Bukankah sekolahnya cuma aliah. Ilmunya cuma ilmu mantiq tak pernah belajar kalkulus apalagi IT? Ibunya juga mati muda; keluarganya dari pesantren kumuh. Orang seperti saya akan sibuk mempertanyakan siapa Dahlan Iskan nya (man qala) bukan memikirkan apa yang disampaikannya (ma qala).rnrnJangan-jangan; orang seperti saya harus ganti hati dulu — hati dalam arti nurani– sebelum bisa memahami kisah ganti hati Dahlan Iskan secara arif.rn
Ketersediaan
| 786/12 | 920 ISK gh | My Library (RAK UMUM) | Tersedia |
Informasi Detil
| Judul Seri |
-
|
|---|---|
| No. Panggil |
920 ISK gh
|
| Penerbit | PT Elex Media Komputindo : Jakarta., 2012 |
| Deskripsi Fisik |
250 hlm.; il.; 15 x 24 cm.
|
| Bahasa |
Bahasa Indonesia
|
| ISBN/ISSN |
9786020017969
|
| Klasifikasi |
920
|
| Tipe Isi |
-
|
| Tipe Media |
-
|
|---|---|
| Tipe Pembawa |
-
|
| Edisi |
-
|
| Subyek | |
| Info Detil Spesifik |
-
|
| Pernyataan Tanggungjawab |
-
|
Versi lain/terkait
Tidak tersedia versi lain






